Oleh: Fadli Wahyu Ibrahim*
Manusia
adalah mahluk yang berfikir, dengan kesempurnaan output dan input yang
diberikan oleh Allah SWT. Karena manusia merupakan khalifah fil ard, yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam QS Al
Baqarah 256. Sudah Sewajarnya sebagai seorang pemimpin manusia dibekali dengan
kesempurnaanya seperti halnya akal manusia, yang mampu menjadikan hal yang
tidak mungkin menjadi mungkin. Namun disisi lain manusia juga merupakan abdun (hamba), dimana manusia memiliki
sifat mudah terpedaya dan tidak mampu hidup sendiri, karena manusia adalah mahluk
sosial. Manusia pada dasarnya memiliki dua dimensi, yaitu dimensi baik dan
buruk yang akan menghasilkan dua perkara, benar dan salah. Oleh karena itu
manusia harus mampu menempatkan akal dan emosi pada porsi yang tepat, sehingga
tercipta kehidupan yang baik dan bermaslahah. Termasuk juga dalam membaca dan
menemukan peluang dalam berkarier.
Tentunya
setiap manusia mendambakan karier yang tepat seperti apa yang mereka inginkan
dan mereka kuasai. Namun seringkali manusia mengalami hambatan dan akhirnya
realita tidak sesuai dengan harapan Seperti halnya pada era disrupsi seperti
sekarang ini, disaat Sarjana pendidikan justru banyak yang bekerja di koperasi,
dan sarjana agama justru menjadi penyuluh terkait zakat dan wakaf. Terdengar
aneh memang, tapi itulah nyatanya yang sering kita lihat dilapangan. Hal ini
merupakan salah satu dampak saat sistem dan keadaan tidak mendukung. Era
disrupsi merupakan salah satu penyebab dari itu semua, dimana era disrupsi yang
ditandai dengan perkembangan tekhnologi, sehingga Internet, kecepatan data,
serta maraknya artivicual intelegencea,
yang justru mengalahkan manusia itu sendiri, membuat IPK tinggi belum tentu
menjamin masa depan yang baik. Apalagi disaat krisis efek dari pandemi, sangat
terasa sekali.
Disinilah
mahasiswa memiliki kesempatan untuk menciptakan karier yang gemilang. Salah
satunya adalah mahasiswa Managemen Dakwah. Yaitu mahasiswa dengan peluang
karier di sektor yang bisa dikatakan akan memiliki peluang karier yang luas
pasca pandemi. Hal ini dapat diamati dari berbagai fenomena di lapangan dan
sektor kedinasan dan bidang lainnya terkait keagamaan.
ERA
disrupsi singkatnya merupakan fenomena ketika masyarakat menggeser aktivitas
yang awalnya dilakukan di dunia nyata beralih ke dunia maya. Lebih jauh lagi,
Guru Besar Harvard Business School, Clayton M. Cristhensen melalui bukunya yang
berjudul The Innovator Dilemma (1997) menerangkan disrupsi adalah perubahan
besar yang mengubah tatanan. Fenomena menjamurnya e-Commerce hari ini merupakah
salah satu contoh disrupsi.[1]
Dalam
kajian di acara seminar nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Dakwah IAIN
Jember, tema yang diangkat tentang Dakwah dan Komunikasi islam di Era Disrups.
Dalam diskusi yang berlangsung tentang disrupsi memang awalnya lebih banyak
terjadi pada dunia bisnis atau persaingan usaha. Namun tidak semata pada
bisnis, hal ini juga mempengaruhi perilaku komunikasi masyarakat yang biasa
menikmati santapan informasi melalui media massa mainstream, kini berlaih ke
digital. Tidak hanya koran, media elektronik seperti radio dan televisi pun
perlu bersiap (Prof. Musta’in M,Si). Fenomena ini pun tentunya didukung karena
munculnya teknologi digital yang memudahkan aktivitas masyarakat. Satu sentuhan
di layar hand phone, kini diibaratkan seolah langsung mendapat jutaan informasi
di dalamnya. Bisa kita lihat bagaimana perkembangan media online hari ini yang
begitu pesat karena mampu menyajikan informasi yang aktual. Namun hal itu juga
masih tak cukup, kecepatan atau aktualitas media pada kenyataannya bisa
diimbangi dengan audiensnya sendiri.[2]
Globalisasi
menyebabkan dunia semakin sempit. Globalisasi mengakibatkan semua peristiwa
yang terjadi di seluruh penjuru dunia dengan mudah dapat di ketahui. Oleh sebab
itu, globalisasi dikenal dengan istilah proses mendunia. Globalisasi muncul
karena adanya teknologi transportasi dan komunikasi yang makin canggih. Kehidupan
di sekitar kita sudah banyak yang canggih dan serba modern. Misalnya, sekarang
banyak menggunakan HP yang sudah dilengkapi beberapa fasilitas seperti
internet. Dengan internet, kita lebih cepat mengetahui hal-hal yang luas dari
penjuru dunia. Contoh lainnya, yaitu sekarang banyak makanan cepat saji yang di
jual di sekitar kita.
Beberapa
platform media sosial hari ini sudah memfasilitasi itu, imbasnya seseorang yang
bukan dari kalangan media atau bekerja berlembaga pada suatu media pun sekarang
sudah bisa menjadi sumber informasi bagi orang lain. Contohnya fitur live
streaming pada Instagram, dalam suatu kondisi seseorang dihadapkan langsung
pada kejadian besar atau luar biasa, dirinya bisa langsung menyebarkan kejadian
itu kepada audiens, bahkan tak jarang pula media massa menjadikan itu sebagai
sumber untuk beritanya. Masih banyak lagi akun media sosial yang menjelma
menjadi media namun sejatinya belum sah menjadi media massa namun itu banyak
diminati masyarakat. Beranjak dari hal itu, kita akhirnya tahu bahwa era
disrupsi tentunya berdampak besar pada perkembangan media hari ini. Jawabannya
adalah inovasi.
Namun
memaknai apa itu inovasi, terkadang salah sasaran, padahal inovasi yang baik
idealnya bukan merubah keseluruhan pola media massanya, karena setiap media
punya keunggulan dan punya ciri. Banyak kita temui sejumlah media dengan dalih
berinovasi malah menurunkan kualitas isi kontennya. Dengan anggapan yang
penting “kekinian” dan mencoba memfasilitasi kebutuhan generasi milenial, malah
akhirnya tidak jelas tujuan dan “kebablasan”. Perkembangan teknologi dan
perilaku disrupsi ini bukan hanya untuk sebagian kalangan saja terutama yang
sering jadi patokannya adalah generasi milenial. Padahal tidak seperti itu,
imbas disrupsi itu universal jadi jangan lupakan siapa pecinta media anda,
siapa target, segmentasi dan lainnya yang selama ini membuat media massa
dibutuhkan oleh mereka.
a. Analisis
Peluang Usaha Mahasiswa MD di Era Disrupsi
Mahasiswa Management
Dakwah merupakan mahasiswa yang memiliki peluang karier pada sektor management
pada dunia dakwah atau keagamaan khususnya agama Islam, hal itu seperti,
a) Sektor
Zakat, Infaq, Shadaqah
Pada bidang ini, merupakan salah satu
peluang karier yang mungkin akan ramai dan menjadi lahan basah bagi mahasiswa
management dakwah pada era disrupsi saat pandemi dan pasca pandemi. Hal ini
dikarenakan pandemi yang memunculkan banyak sekali korban menumbuhkan jiwa
sosial pada tiap pribadi di berbagai kalangan. Lembaga resmi bidang zakat wakaf
menjadi sibuk, dan kekurangan tenaga dengan kredibilitas mumpuni dan masih fres
dalam teori management dalam menciptakan sistem yang nyaman dan sesuai dengan
keadaan. Seperti halnya BNPB, Laziznu, Lazizmu, yang membutuhkan sumbangsih
tenaga fresh dan faham tekhnologi seperti mahasiswa Management Dakwah
b) Sektor
Haji dan Umrah
Pada sektor ini mungklin akan menjadi
bisnis yang paling membutuhkan tenaga kerja baru dalam menghadapi pandemi di
era disrupsi ini. Banyaknya PHK yang dilakukan PT biro jasa Umroh karena pihak
Mekah yang menutup sementara mekah al mukarramah, membuat mereka tetap survife
di era pandemi sekarang ini. Namun hal ini juga menciptakan penimbunan jumlah
jamaah yang banyak sekali melihat minat masyarakat Indonesia pada ibadah suci
ini. Sehingga tentunya pasca pandemi ini akan terjadi ledakan pada tingkat
jamaah. Oleh karena itu sektor ini akan menjadi sektor bisnis yang pasti akan
membutuhkan elektabilitas dari mahasiswa lulusan managemnt Dakwah.
c) Sektor
Usaha Kreatif Syariah
Sektor usaha kreatif adalah jenis usaha
yang akan muncul bebarengan dengan pemanfaatan cyber atau media masa seperti
iklan dan juga start up yang akan muncul dan bersaing pasca pandemi. Disinilah
mahasiswa Managemen Dakwah harus mampu memnfaatkan output dan input yang
dimiliki untuk mampu menciptakan usaha kreatif yang mampu bersaing di era
pandemi ini. Sperti halnya layanan konsultasi terkait Haji Umroh atau zakat,
wakaf secara online memanfaatkan artivicual intelegencea yang identik dengan
era disrupsi.
*Penulis adalah Mahasiswa Prodi Manajemen Dakwah IAIN
Kudus